Halaman

Senin, 30 September 2013

My Maternity Story : Gonads in My Ovary




“What’s in a name?” A rose by other name would smell as sweet”
(Romeo and Juliet Act II, Shakespeare 1914)

Oh really Shakespeare? Nama itu buatmu nggak penting? Yakali, since you have no problems of school bullies and stuffs! Ha.  *abaikan calon emak yang lagi sensitip nyari nama buat anak.

Kegaduhan di kepala tentang pemilihan nama ini dimulai 5 minggu yang lalu, ketika saya memeriksakan kandungan ke dokter. Dokter dengan jelas tanpa  teding aling-aling menunjuk tonjolan dalam gambar ultrasonografi lantas bilang “Nah Bu, ini burungnya, anaknya cowok ya” Spontan suami yang menunggu proses usg di samping saya langsung sumringah, karena dia emang pengen banget punya anak cowok.

Kemudian beberapa hari yang lalu ketika jadwal periksa datang kembali, dokterpun kembali menegaskan jenis kelamin anak saya, dengan penuh kepastian “He is gonadian”. Dan begitulah perdebatan kami dimulai...
Awalnya saya punya ide nama anak sesuai dengan klub bola kesayangan : Arsen. Tapi suami yang notabene penggemar si setan merah langsung nggak setuju. Kalau dipikir-pikir agak egois juga namain anak dengan kesukaan kita, karena suatu saat juga dia bakal dewasa dan punya kesukaannya sendiri. Jadi inget Oprah “A child is a little people that has the same rights as we do” jadi jangan sampai seenaknya juga milih untuk anak kita, apalagi cuman karena kita ngefans n seneng sama sesuatu. Yakalo dia suka sepak bola, kalo nanti dia sukanya basket dan protes nggak dinamain Lebron James gimanaaaa? #kusuut 

Nama itu penting, bukan seperti pakaian yang bisa gonta-ganti tiap hari. Atau model rambut yang bisa diganti kalau bosen. Bukan. Nama itu bakal dia pakai sepanjang hidupnya, bakal ada di KTP, buku nikah, bahkan batu nisan. Sesuai pengalaman hidup selama seperempat abad banyak orang juga kebahagiaan dan kesuksesannya terletak pada nama. Contoh: sepasang orang tua menamai anaknya “Amar Ma’ruf Nahi Munkar” bagus kan artinya kalau berdiri bersama, nah tapi kalau temen-temennya manggil dia Munkar? Atau kemarin kapan baca berita di Sulawesi ada anak namanya Thomas Alpa Edison (iya pake p bukan f) meninggal kesetrum listrik, miris bukan? Walaupun masih mending sih namanya bukan Nikola Tesla sih. #eh. Ada orang tua muslim yang karena nama anak-anak nya pengen kebarat-baratan tapi kurang info ternyata itu nama baptis. Terus ada juga yang dapet beasiswa tapi karena namanya Islam banget jadi ditolak dapat visa. Ada. Yang mananya bagus dan islami, tapi kriminil juga banyak. Saya sih nggak masalah ngasih nama islami, justru itu bagus, disunahkan. Tapi saya juga setuju kalau pemberian nama itu haruslah mempertimbangkan status dan kemampuan dari orang tua si jabang bayi. Nah kalo orang tuanya aja masih grothal-grathul  belajar agama apa pantas nama anaknya sama kaya anak ustad/kyai? Apalagi orang tuanya juga middle class ngehe dengan nama yang umum dan biasa pula. Hihihi

Anyways, gara-gara ini saya jadi tahu fakta-fakta penamaan bayi dari seluruh dunia. Dan nggak seberuntung kita, beberapa negara di dunia ketat banget penamaannya. Islandia misalnya, nama bayi udah disediain pilihan sama pemerintah totalnya 1853 pilihan untuk babygirl dan 1712 untuk nama bayi cowok. Pengaturan ini dibuat supaya nggak ada ‘gender bias’ tentang jenis kelamin bayi. Nggak bisa kebayang ya dari 300.000 orang berapa yang namanya sama. Di Jerman nama keluarga juga nggak boleh jadi first name, nama kota misalnya Berlin juga nggak boleh, apalagi nama terduga teroris kaya Osama smeua diawasin ketat sama pemerintah. Waduh ribetbanget yaa.....


By the way, usia kehamilan saya sudah 20 minggu sekarang, it means halfway to go. Masih ada banyak waktu untuk memikirkan dan mencari inspirasi nama. Yang pasti sampai hari ini saya bersyukur nggak ada keluhan berarti selama menjalani kehamilan ini. Semoga selalu sehat dan bahagia my baby boy :*

Rabu, 03 Juli 2013

My Maternity Story : A Thousand Miles.

They say pregnancy is a priceless gift, not everybody could insist to have one.  Yet for me pregnancy is more than just a present, it’s a huge responsibility.

Kira-kira sebulan yang lalu, jam segini (ditulis jam 2 siang) saya bersama suami masih di kereta api menuju Stasiun Tawang, Semarang . Setelah perjalanan  kurang lebih 440 km dan ditempuh dalam waktu 7 jam sampailah kami di Semarang. Sekitar pukul 4 kami sudah berada di angkutan kota menuju Kaligawe untuk naik bus tujuan Salatiga, 60 km menuju kampung halaman saya. Selama beberapa hari kami juga harus menempuh 30 km setiap harinya untuk bolak-balik ke rumah mertua. 2 kali bolak-balik Solo sejauh 40 km, dan bahkan sempat melancong hingga kebun teh Kemuning di kaki Gunung Lawu bersama para sahabat saya. Bahkan setelah itu saya bersama keluarga dengan menggunakan mobil pribadi menuju Surabaya yang  260km jauhnya.

Tidak ada yang aneh dan berbeda yang saya rasakan dalam diri saya,yang pertama kali  justru Onyi panggilan sayang Leonie, sahabat saya yang memang paling suka pegang-pegang perut. Lucu katanya. Dek Anis, sahabat saya yang sudah hamil 5 bulan saat ini, sering jadi korban kegemesan Onyi. Giliran dia menyentuh perut saya yang biasanya agak empuk jadi agak kaku dan membesar dia langsung spontan bilang ‘Hamil kali kamu, Nduk!’. Sehari kemudian  adik saya yang paling besar lah yang justru menegur saya ketika kami temu kangen di Solo. “Mbak, kamu gendutan ya?” Saya yang tidak menyadari perubahan apapun lantas berkelakar “Wah emang hamil kali ya”. Memang beberapa hari di rumah nafsu makan saya jadi besar, entah karena pengaruh dinginnya udara atau karena emang kuliner Salatiga yang ngangeni, tapi saat itu saya nggak punya feeling saya hamil sama sekali dan belum berminat melakukan tes kehamilan.

Bahkan hingga saya kembali dari Surabaya ke Jakarta dengan menenteng bagasi pesawat seberat 15 kg  seorang diri namun tidak ada perasaan capek sedikitpun. Hingga tiga hari setelah itu tante mengajak pergi ke Puncak Bogor, entah kenapa saya yang biasanya nggak bisa tidur di perjalanan seharian teler di dalam mobil dan puncaknya di sebuah resort di puncak pass, rasa mual tiba-tiba muncul dan melihat makanan apapun jadi eneg. Tante yang emang ceplas-ceplos pun juga langsung mengomentari foto kami yang barusaja diambil ‘Eh kok toketmu jadi gede banget to nduk!’ yang setelah saya perhatikan saya baru sadar betapa menggelembungnya badan saya. Duh!

Sesampainya di rumah sayapun bercerita pada suami semua tanda-tanda yang saya alami, suami bilang yaudah di tes aja. Baru dua hari kemudian saya benar-benar niat melakukan tes kehamilan. Saat itu jam 3 pagi tiba-tiba saya kebelet pipis, sesuai anjuran di kotak tes kehamilan urin pertama di pagi harilah yang paling baik, sayapun tidak mau membuang kesempatan. Tapi sungguh, dari ujung jari sampai ujung rambut badan saya bergetar, takut dan deg-degan memegang alat berukuran 10x 0,5 cm itu. Dan,  muncul 2 garis secara jelas, tangis sayapun pecah di dalam kamar mandi. Perasaan bahagia, takut, sedih bercampur jadi satu. Bahagia karena Allah mengabulkan do’a kami  sejak awal berjanji dalam ikrar pernikahan : tidak ingin menunda keturunan tapi juga ingin punya kesempatan menikmati saat-saat berdua dulu. Pasrah pada pemberi hidup, yang paling tahu mana yang terbaik bagi kami. Dan setelah 6 bulan kami menjalani rumah tangga kami akhirnya Allah Yang Maha Pemurah memberi calon anggota baru keluarga kami, setelah kami puas berpetualang berdua. Tapi sayapun juga tak luput dari perasaan cemas dan takut, seperti manusia biasa lainya. Apakah bayinya sehat, apa saya bisa membesarkannya dengan baik? Apalagi saat itu sebenarnya saya sudah sangat dekat dengan impian saya untuk bergabung dengan salah satu book publisher besar di Indonesia. Tapi Allah berkehendak lain. Air mata dan segala rasapun tumpah di pelukan suami. Saya bangunkan dia dari tidurnya, karena dialah yang berhak tahu pertama kali, ayah dari janin yang aku kandung. Diapun yang selalu bilang “La Tahzan, Jangan bersedih, pasti kesempatan itu datang lagi, karena anak akan membawa rejekinya sendiri. Kantukpun tetiba sirna, digantikan rasa syukur dan senyum bahagia yang memenuhi kamar mungil kami saat itu, hingga adzan subuh menggema. 

Seusai menunaikan shalat subuh berjama’ah bersama suami, saya minta ijin untuk memberi kabar pada ibunda saya, suami mengiyakan. Seperti biasa, ibu yang bijak dan bersahaja, dengan nada yang menenangkan mengucap syukur dan mendo’akan. Saya masih nggak menyangka setelah seribu kilometer lebih jauhnya saya baru sadar selama ini ada makhluk yang sedang tumbuh di dalam rahim saya :’)

We I want Alex Karev!

Atas saran beberapa teman, sebaiknya saya langsung memeriksakan ke dokter spesialis kandungan agar vitamin janin juga tercukupi sejak awal pembentukannya. Akhirnya setelah beberapa saat mencari informasi kamipun menjatuhkan pilihan untuk konsultasi dan nantinya bersalin di Rumah Sakit Ibu Anak Buah Hati. Selain karena sangat dekat dari tempat tinggal yang sekarang (kira-kira 10 menit perjalanan dengan kendaraan) , banyak yang menulis di forum dan blog, mereka puas dengan pelayanannya yang ramah dan juga terjangkau harganya. Namun sayang dokter yang banyak direkomendasikan saat itu sedang cuti, akhirnya kami pasrah dengan dokter yang ada saat itu. Suami sebenarnya agak keberatan karena dokternya cowok, karena dia ingin dokter perempuan aja kalo bisa yang sehebat dan secantik dr. Adison Montgomery di serial Private Practice. Yeeee! Cowok kalo seganteng obgyn Alex Karev saya  juga mau tauk! 

Haha tapi ternyata harapan luput semua, dokternya nggak ganteng dan kurang begitu ramah, ketika saya di USG, dokter Cuma bilang ‘Tuh kantong bayinya udah kelihatan, 6 minggu ini”

 Sayapun Cuma bengong belum bisa menangkap maksud dokter itu.

‘Jadi saya hamil dok?’ Kataku memastikan, “Ya hamil’ Kata dokternya antiklimaks.  Ini semua tidak seperti bayangan saya bak di sinetron dan film, dokternya akan sama excitednya dengan orang tuanya ketika mengetahui benar-benar hamil. Haha. ‘Wah selamat bapak, anda akan segera jadi ayah’ sambil senyum tiga jari sambil menjabat tangan suami saya, hanya jadi imajinasi di kepala saya. Malah justru suami kena tegur perawat karena nggak boleh ikut ke ruangan USG, cukup lihat di monitor aja, katanya. Bukan kaya di film kok yang suami boleh menemani dan menggengam tangan istinya.

But well, there is always first in everything right? Trial and Error. Begitulah pertama kalinya saya dan suami masuk ruangan dokter kandungan, jauh dari ekspektasi dan tegang, hingga pertanyaan yang sudah disiapkan dari rumah hilang seketika. Jadi saran : take note of the question you’re gonna ask.Tapi semua itu sama sekali nggak  mengurangi kebahagiaan kami berdua sebagai calon orang tua.

Pregnancy bring the best out of us.

Bukan mitos kok kalau ada kalimat ‘ Setiap orang tua akan berusaha memberi yang terbaik untuk anaknya’ – dan bahkan anak yang belum dilahirkan. Suami jadi lebih bawel emang, biar saya minum susu dan vitamin, ngemil yang banyak. Tapi saya salut juga dia mau sendirian cari prenagen, buah, kue, dan jadi manajain saya banget. Nggak lupa beliin buku-buku kehamilan dan kumpulan do’a. Sayapun juga jadi benci MSG, dan goreng-gorengan,dan doyan buah sayur kebalikan dari sebelum hamil anehnya. Untungnya juga sebelum menikah saya sudah rutin berlatih yoga. Makanya saya nggak mengalami mual muntah parah seperti bumil biasaya di trimester pertama. 

Seiring dengan banyaknya orang yang tahu mengenai kehamilan  kita bakal banyak juga ang memberi  nasehat beserta supersition yang kita dengar. Tapi harus pinter-pinter kita menyeleksi yang sesuai dengan diri kita dan tetap berfikiran positif. Because every pregnancy is unique, seperti  garis ibu jari manusia yang nggak ada yang sama, begitu juga kehamilan. Bagus untuk yang lain belum tentu bagus untuk kita, and we are the one who know our body at best, right? Yang pasti kami berdua, dan siapapun calon orang tua di luar ssana pasti berniat mengisi hari-hari sampai kelahiran dengan sukacita dan kebahagiaan.


3:38


 At that, Zechariah called upon his Lord, saying, "My Lord, grant me from Yourself a good offspring. Indeed, You are the Hearer of supplication." [3:38]

Dedicated for a being inside my uterus who is struggling to grow to live, I hope someday when  you read it you’ll know how much we love you. :*

Jumat, 31 Mei 2013

Foto Prewedding Outdoor? Siapa Takut?

Banyak yang bilang sebuah gambar bisa mewakili ribuan cerita, itulah kenapa banyak orang mengingikan foto pre-wedding yang sempurna. Bukan hanya sekedar pelengkap dalam sebuah undangan, melainkan sebagai pembangkit memori antara seseorang dan pasangannya atas momen yang pernah dijalani berdua.

Sebagai pecinta fotografi saya terbiasa mengambil foto, tapi menjadi objek yang difoto ternyata tidak semudah kelihatannya. Apalagi untuk suatu momen spesial yaitu foto pranikah memiliki tantangan tersendiri. Baik fisik dan mental mesti disiapkan dalam pengambilan gambar, untuk satu foto mungkin bisa puluhan dan ratusan yang diambil. Konsekuensinya tenaga terkuras karena mengulan pose yang sama. Bahkan jika tema di luar ruangan yang diambil, tantangannya jauh lebih besar. Kita yang sudah menjaga kulit mati-matian untuk tampil memukau di hari H pernikahan harus berpanas-panas ria mencari spot dengan cahaya yang bagus. Haruskah kita mengorbankan kulit kita demi foto yang bagus?

Memiliki kulit kusam dan tak cerah merupakan mimpi buruk bukan hanya bagi calon pengantin, namun bagi setiap wanita saya rasa. Menurut jurnal psikologi dalam US National Library of Medicine National Institutes of Health kulit kusam dapat menurunkan kepercayaan diri hingga 70%.  Padahal untuk merasa cantik, kepercayaan diri adalah yang utama. Memang, sebagai seorang wanita yang sering beraktifitas di luar ruangan, sinar matahari menjadi frenemies, sahabat sekaligus musuh terbesar manusia. Lalai sedikit saja merawat kulit akibatnya kulit yang terpapar matahari secara langsung bisa terbakar dan menjadikan warnanya tidak merata. Hal itu disebakan karena sinar matahari yang membawa manfaat bagi kehidupan, untuk fotosintesa, menghasilkan vitamin D, dan mengeringkan pakaian kita misalnya , juga membawa serta sinar jahat bernama Ultraviolet. 

Dibalik namanya yang cantik, sinar Ultraviolet yang sering disebut UV ini sangat berbahaya bagi kulit kita.  Ada beberapa macam sinar UV:
1. UV A adalah gelombang radiasi matahari yang panjang dan kuat bisa menembus lapisan dalam kulit kita hingga mempengaruhi pigmen sehingga lebih gelap. Nah yang belum banyak diketahui orang adalah sinar UV A ini bisa menembus kaca dan meskipun mendung sekalipun, dan sebuah penilitian justru membuktikan bahwa rata-rata orang yang terpapar sinar UV A berada di tempat teduh.
2. UV B adalah gelombang yang lebih pendek dari UV A tapi bukan berarti lebih aman. Meskipun justru tidak begitu terserap oleh kulit sinar UV B bisa mengakibatkan sunburn (terbakar), kemerahan dan lebih parahnya kanker kulit.

Untungnya menurut para ahli, kandungan SPF dapat menangkal UVB dan UV A dapat ditangkal dengan Persistent Pigment Darkening (PPD) yang dilambangkan dengan PA. 

Nah, jadi bagaimana rahasia saya mengatasi kulit agar lebih bersinar sampai hari pernikahan yang dinantikan tiba? Jawabannya tentu saja memakai hand & body lotion yang mengandung SPF dan PA. Lalu lotion mana yang dapat memberi perlindungan sehari-hari dari sinar jahat tersebut? Well, mungkin setiap orang punya jawaban yang berbeda. Namun saya punya rekomendasi yaitu Marina UV White extra SPF 15.


Saya memilih Marina UV Whiteextra SPF 15 bukan tanpa alasan, sesuai dengan namanya Marina UV White inimemiliki kadar SPF yang bisa menangkal sinar ultraviolet B sebanyak 15 kali atau sekitar 94%.  Selain itu dalam Marina UV White extra SPF 15 juga memiliki PA+ yang melindungi kulit terhadap UV A yang bersifat menggelapkan. Tidak hanya itu, di dalam Marina UV White extra SPF 15 juga terdapat kandungan Yoghurt dan B3 yang secara alami memiliki khasiat melembapkan, melembutkan, meratakan warna kulit, dan mencegah keriput. 

Nah untuk hasil yang maksimal berikut ini adalah beberapa tips dari saya agar kulit menjadi cantik dalam 4 minggu  :

1. Letakkan Marina UV White extra SPF 15 di kamar mandi agar kita selalu ingat memakainya sehabis mandi. Karenasehabis mandi adalah saat dimana pori-pori kita terbuka dan dapat menyerap lotion dengan baik.
2. Oleskan lotion ke seluruh tubuh terutama bagian yang lebih sering terpapar matahari dengan gerakan memutar agar penyerapan lebih sempurna.
3. Meskipun mendung maupun di dalam ruangan atau hujan usahan selalu memakai Marina UVWhite extra SPF 15 untuk perlindungan optimal setiap karena sekali lagi sinar UV A bisa bisa menembus gelas kaca maupun awan. 
4. Bawa selalu Marina UV White extra SPF 15 dalam tas dan pakai kembali setelah 4 jam untuk hasil maksimal.

Dengan perlindungan setiap hari dari Marina UV White extra SPF 15 sayapun tak takut lagi berfoto prewedding outdoor menjelang pernikahan.




Minggu, 12 Mei 2013

2 (2πr) = Cara Belanda Memprakarsai Transportasi Hijau Bagi Dunia



Siapapun yang pernah mengenyam pendidikan sekolah dasar, pasti mengenal 2πr. Sebuah formula untuk menghitung keliling sebuah bangun geometri datar yaitu lingkaran, 2 kali pi (π) dikali jari-jari (r) .

Namun bagaimana hanya dengan 2 (2πr) dunia bisa belajar tentang transportasi ramah lingkungan dari Belanda? Sederhana saja, 2 (2πr) adalah sebuah semiotika. 2 (2πr) berarti dua buah lingkaran, simbol dari dua roda = bi-cycle. Ya SEPEDA!


Holland : The Kingdom of Bicycle

Bersepeda telah menjadi budaya bagi masyarakat di Belanda sejak akhir abad 19 hingga saat ini. Seluruh lapisan masyarakat Belanda termasuk anggota kerajaan merupakan pengguna sepeda.  Maka tak heran selain dikenal dengan negeri kincir angin, sepeda merupakan national identity Belanda. Sebagaimana sejarawan sosial, Anne Ebert berpendapat :
The tremendous success of the bicycle in the Netherlands can be at least partly explained by the particular way in which the bicycle was constructed and conceived as a promoter of Dutch national identity. To be Dutch meant to cycle, and this viewpoint remains so to this day.”


 Cycling culture:  the Dutch way of life

Untuk mengurangi dampak polusi, kemacetan, meningkatkan kualitas hidup dan menurunkan angka kecelakaan yang disebabkan oleh peningkatan kepemilikan mobil, pemerintah Belanda telah menerapkan kebijakan-kebijakan untuk mengembalikan sepeda sebagai way of life. Beberapa diantaranya adalah:

  • Mengurangi akses mobil ke pusat kota dan menciptakan daerah bebas mobil;
  • Membuat tarif parkir di pusat kota lebih mahal;
  • Membangun jalur sepeda yang hingga saait ini mencapai 35.000km dengan mengurangi ruang jalan untuk mobil;
  • Memfasilitasi pengguna sepeda melalui desain jalan yang terintegrasi, dilengkapi rambu-rambu, parkir serta menjalankan penegakan hukum yang kuat,
  • Mengurangi kecepatan maksimum kendaraan di perkotaan sampai 30 km/jam;
  • Membuat rencana jangka panjang kebijakan pro-sepeda dalam The Dutch Bicycle Master Plan di bawah naungan Ministry of Transport, Public Works and Water Management.



Nyatanya, usaha pemerintah Belanda tersebut tidak sia-sia. Pada tahun 1975 penggunaan sepeda mengingkat menjadi  25% dan hingga kini mencapai 40%. Bayangkan saja jumlah sepeda di Belanda saat ini adalah sekitar 18 juta, melebihi jumlah populasi manusianya. Semua itu karena Belanda berhasil membuat bersepeda menjadi aman dan nyaman bagi pengguna sepeda dari berbagai usia. Bahkan membawa sepeda naik ke atas kereta maupun pesawat juga bukan masalah besar di sana. Tak pelak saat ini tiga kota di Belanda yaitu Amsterdam, Utrecht dan Eindhoven berada di ranking teratas The Most Bicycle Friendly City in the World menurut Copehagenize Index tahun 2013! 

What the world can learn.
Selain murah dan menyehatkan, bersepeda  merupakan green movement untuk mengurangi Global Warming. Kelangkaan bahan bakar minyak dan polusi jadi permasalahan tak berujung dunia. Pertanyaan mengenai sustainable transportation yang selama ini yang prakteknya terhambat oleh mahalnya produksi mobil beremisi rendah mungkin jawabanya memang sesederhana 2 (2πr ).  Maka untuk mewujudkannya, setiap negara dapat meniru Belanda dalam membangun infrastruktur dan menerapkan kebijakan yang pro pada pengguna sepeda. Karena sesungguhnya sepeda punya hak yang sama dengan mobil di jalan raya. I believe that everyone on earth would like to cycle like the Dutch!



Reference:
8.       http://www.fietsberaad.nl/library/repository/bestanden/The%20Dutch%20Bicycle%20Master%20Plan%201999.pdf