Halaman

Sabtu, 30 Maret 2013

Writer’s Block : I am no writer


Kalo dipikir-pikir sudah hampir 6 bulan saya absen nge-blog. Not that I am lazy or something, saat itu saya sedang mempersiapkan pernikahan saya sendiri. Padahal 8 bulan yang lalu sepertinya niat saya udah bulat mau bikin jurnal dalam persiapan pernikahan dari prewedding, resepsi,  catering, memilih menu, menghitung menu, memilih dekorasi dan segala tetek bengeknya. Tapi nyatanya? Cemyaya jak! kalo orang Pontianak bilang yang artinya sok gaya aja padahal nggak ada hasilnya.

This may sound like excuse, but really in that phase nothing could be seen clearly. My mind was fully occupied with wedding thingy.

Kalau mitos bilang orang mau nikah banyak godaannya. Yang tepat untuk menggambarkan keadaan saya saat itu adalah stress pra-nikah.  Stess memang meningkat karena saya mengurus hampir semuanya sendiri. Alasannya karena saya nggak mau merepotkan orang tua, dan yang nggak bisa ditampik saya ingin semuanya sesuai selera saya. Sedang suami pada saat itu masih di rantau. Kalau orang lain katanya dapet cobaan berupa  keraguan terhadap pasangan, well I didn’t buy that. Yang ada di benak saya saat itu bagaimana kalau ada yang kurang, entah makanannya maupun detil lainnya. Perasaan jadi semakin nggak menentu, sensitif, pemarah, dan kehilangan semangat. Nggak jarang juga saya jadi berantem sama suami, tapi untungnya dia sabar dan lebih tenang dalam menyikapi segalanya.

Meski saya sudah menasehati diri bahwa “There is nothing such a perfect wedding, but sure you can endeavor a perfect marriage” atau kalau relasi mencoba menentramkan hati saya ‘Sing penting ijabe, nduk”, namun tak luput juga frustasi menghampiri. Jangankan mau nulis, berat badan saya justru terus menurun karena nafsu makan yang tiba-tiba hilang begitu saja. Kebaya yang baru selesai dipayet juga malah kedodoran makin bikin saya tambah kepengen mmbenturkan kepala ke tembok. Makanya sebulan menjelang pernikahan justru saya ‘kabur’ sama teman-teman ke Bali. Kalau orang bilang sih pamali ya pergi jauh-jauh menjelang hari pernikahan, tapi karena suami dan orang tua mengijinkan ya, why not?

Pulang dari Bali, (saya selamat dan bahagia, FYI, so myth busted) lagi-lagi saya berniat bikin field report perjalanan saya. Tapi lagi-lagi niat doang. Karena saya justru berjibaku dengan ribuan undangan. Entah itu salah satu sifat perfeksionis saya atau justru menandakan saya tidak bisa bekerja dengan team. Dari ngetik, ngeprint sampai nempel saya kerjakan hampir semuanya. Akhirnya menulispun tinggal impian, hari H semakin dekat semakin banyak kegiatan yang menyita tenaga dan pikiran. Setelah menikah sebulan lamanya waktu habis terpakai bulan madu dan transisi pindah ke Kalimantan. Ketika ada kesempatan pulang tiba-tiba netbook ngambek (gara-gara nggak diajak jalan-jalan kali ya) dan terpaksa saya harus tinggalkan di Solo untuk diperbaiki. Padahal saya sudah berjanji pada teman-teman dan terutama diri sendiri bakal membukukan perjalanan saya. *sigh*

Dan waktupun berlalu sampai 3 bulan kemudian akhirnya ada kesempatan memakai laptop dari kantor suami. Saya baru sadar, menulis itu tidak sama dengan naik sepeda, ketika kamu berhenti lama, well, you have to start all over again. Beberapa hari yang lalu saya nggak sengaja baca retweet-an dari editor favorit saya:

A writer is a person who writes not a person who will write only if his mood tells him so.

*JLEBBBBB. I think my pseudo writer wannabe is bleeding to die…

3 komentar:

  1. ayok semangat nulis lagih sayang!

    *tapi kalo bisa pas lagi gak ada aku ya... :p

    BalasHapus
  2. always love your tulisan hihihihih,,,dimana dirimu sekarang...? *kenopo aku ra bbm wae yo :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih bu dokter :')
      Sekarang di Tangerang ni di Bintaro.. Main siniii~ di Jakarta kan?

      Hapus