Halaman

Selasa, 26 Maret 2013

The Art of Dying





Everybody is going to die eventually. Sooner or later. But how we’re gonna die: that is the question. It’s not up to us to choose and believe me, it’s never a fancy choice. Will we enjoy the last moment of or live or are we going to endure it with remorse? The wonders popped out after I watched a movies recently. Untouchable (les Intouchables, 2011) the protagonists in the movies suffer from severe paralysis.


Saya awalnya nggak menyangka kalau ini film drama komedi, soalnya film ini dibuka dengan aksi kebut-kebutan antara mobil sport berisi pengendara kulit hitam dan penumpang berjenggot bak pimpinan Al-Qaeda, dengan polisi. Apalagi pake bahasa Perancis filmnya, makin sangsi bakal sebagus film action ala Hollywood. Tapi ternyata saya salah! Yang ada dari awal film sampe akhir  nggak bisa berhenti ngakak saking konyolnya ni film.

Cerita pun kemudian berjalan mundur, kembali ke awal bagaimana si pengendara kulit hitam tadi yang bernama Driss bertemu si Osama-look-alike (Philipe). Saat itu si Phillipe belum jenggotan, dan ternyata orang kaya raya di Perancis. Sayangnya si Phillipe ini lumpuh akibat kecelakaan sewaktu paragliding. Lumpuhnya nggak kaki aja, tapi semua bagian tubuh dari leher kebawah makanya disebut Quadriplegic. Untungnya dia kaya raya sih jadi masih bisa beli kursi roda canggih yang digerakkan dengan gigitan, walaupun juga nggak beruntung sih ya nggak bisa ngapa-ngapain tanpa bantuan orang lain. Jadilah dia meng-audisi perawat-perawat tadi buat ngurus dia, dari mandiin, gantiin baju, yang mana butuh proses ngangkat, nggendong yang kayaknya mission impossible buat dilakukan wanita. Maka yang diaudisi emang cowok-cowok. Karena si Phillipe ini juga agak temperamen,  selama ini nggak ada perawat yang betah lama, jadi bisa ditebak ini audisi yang kesekian.

Si Driss sebenernya juga nggak niat audisi, dia cuma cari bukti buat dia udah hadir di interview buat dapetin ‘welfare benefit’ -- semacam JPS gitu kali yak. Nah si Driss ini karena emang nggak punya pendidikan tinggi dan berasal dari daerah kumuh  asal nyelonong masuk ke ruangan Phillipe walaupun belum dipanggil. Tapi karena sifat urakan ini lah yang bikin si Phillipe justru nerima si Driss. Jadilah kisah bromance antara seorang Millionaire yang well-mannered dan perawatnya yang nggak tau aturan. Dari majikan sama perawat jadi sahabat yang nggak terpisahkan.

Nonton film ini bikin emosi kita dibolak-balik. Kadang lucu, sejurus kemudian mengharukan. Yang  paling lucu menurutku itu adegan di dalam gedung opera, adegan ulang tahun Phillipe, adegan shaving Phillipe’s beard, adegan di dalam private Gulfstream. Ah semuanya kali ya, I cant decide! Yang pasti saya bisa ambil pelajaran, dalam setiap persahabatan yang tulus bisa menambah harapan hidup seseorang.:')

Setelah saya googling ini film ternyata berdasae dari kisah nyata yang didramatisasi. Dulu si Phillipe yang asli selalu ogah kisahnya difilmin karena dia nggak mau orang suka karena kasihan sama dia. Tapi karena film garapan Oliver Nakache ini ambil dari segi komedi dan persahabatannya, akhirnya dia setuju dan katanya sih dia puas banget sama hasilnya. Saya pun sangat puas! Beruntung bisa dipertemukan dengan film yang dinominasikan Golden Globe Award tahun 2011 sebagai Best Foreign Language Film. Dan yang pasti saya jadi  tambah niat belajar Bahasa Perancis deh . Profitez-en! :p 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar